Sabtu, 5 Desember 2015
Masih meneruskan cerita”gagal
backpacker” sebelumnya, pagi pukul 08.00 waktu lombok, kami
sudah siap mengexplore Lombok di hari kedua, tanpa ditemani Pakde. Mobil
(pinjaman dari Pakde) siap menemani kami memulai perjalanan tanpa batas lagi,
seperti biasa, dengan berbekal GPS mobil melaju kearah Lombok Tengah dengan
tujuan awal Pantai Mawun.
Dari Mataram ke arah lombok tengah cukup ditempuh
dengan waktu kurang lebih 2 jam, tanpa macet. Ditengah perjalanan menuju Pantai Mawun, sekali lagi kami melewati Desa Sade. Masih dengan rasa penasaran yang
sama seperti kemarin (walau pakde sudah menyarankan tak perlu berkunjung
kesitu) kami memutuskan untuk mampir
sebentar menuntaskan rasa penasaran.
Desa Adat Sade – Masih dirundung penasaran
Sade tampak lengang kala itu, hanya kami dan
beberapa rombongan . Memasuki pintu
masuk, kami harus mengisi buku tamu dan memberi uang seiklasnya saja.
Kami mulai menyusuri Desa sade yang dihuni sekitar 150 kepala keluarga ini,
rumah-rumah adat desa sade ini atapnya terbuat dari jerami (mirip bale) dan tinggi
plafond yang sedikit rendah dari ukuran normal biasanya, yakin!kalo Mas Yomy
yang tingginya hampir 2 meter, dia pasti bakal bungkuk setiap masuk rumah adat
ini.
Salah satu daya tarik di desa Sade selain bentuk
rumah adatnya adalah hasil kerajinan kain tenunnya yang banyak di pajang di depan halaman
mereka, menariknya kami bisa langsung melihat proses pembuatan kain tenun
dan boleh juga mencoba belajar menenun.
Tak butuh guide dan waktu lama untuk menyusuri desa Sade, karna luas desa Sade
yang tak selebar daun kelor dan jalan setapaknya memudahkan setiap pengunjung
untuk mengeliling.
Welcome To Sade
Under Contruction
Mari Menenun!
Di Bale tempat suku Sasak berkumpul
Power Ranger
Di Samping Jalan Aspal yang lengang
Pantai Mawun! Awesome!
Melanjutkan ketujuan awal : Pantai Mawun, di
perjalanan menuju pantai kami tak sengaja menemukan Krisna Homestay, Jl.Raya
Kuta - Lombok tengah, yang seharusnya semalam kami menginap disitu. Sekilas
dilihat dari luar tempatnya bersih, dekat dengan pantai Kuta dan yang pasti
harga sesuai dengan kantong para backpacker (Rp. 120.000,- perkamar untuk 2
orang, inc. breakfast).
Jalanan menuju Pantai Mawun naik turun bukit, kerennya dari jalanan ini
kita bisa melihat view pesisiran pantai kuta dari atas, suer keren parah! Belum
sampai tujuan, mata kami sudah dimanjakan dengan yang indah-indah. Memasuki Pantai
Mawun, kami hanya bayar parkir Rp. 10.000,-
tanpa ada tarikan loket masuk lagi.
Kalo boleh menilai, Pantai Mawun punya pesona yang memikat, Perpaduan
pasir yang lembut berbentuk tapal kuda,
sisi barat dan timurnya diapit oleh bukit yang diselimuti warna hijau, ombak yang sebagian sisi relatif
tenang dan sebagian sisinya lagi relatif besar, air laut bening dan perpaduan
gradasi warna laut , ditambah dengan sepinya pengunjung, semakin menguatkan
kaki dan mata, tak rela untuk beranjak.
Saya menikmati mawun dengan bertelanjang kaki,
merasakan kelembutan pasirnya, membiarkan ombak menyapa kaki saya yang
menghitam dan ditutup dengan menikmati kelapa muda dibawah pohon rindang
bersama teman tergila. Good moment.
Pantai Kuta Dan Tangjung Aan (Lagi)
Kali ini kami tak sekedar lewat saja, tapi juga
berhenti di Pantai Kuta, kami ga langsung keluar dari mobil, antara Panas yang
sudah di ubun-ubun dan kami belum bisa move on dari Pantai Mawun.
(Kan...sangking bagusnya Mawun, liat Pantai Kuta jadi biasa aja :P
#songonggile). Ga butuh waktu lama di
Kuta, Cuma 5 menit doankkkk. Keren dikit cekrek, bagus dikit cekrek, pokoknya
cekrek deh! Abis gitu...kita kompak masuk mobil :D Oh ya, kami sempat duduk cantik bentar di
Kuta, dan sekitar 5 pedagang langsung kerubutin kami,parahnya lagi kalo anak
kecil yang jualan dia bakal bilang : “kak...kalo ga
mau beli gapapa, tapi kasih seribu kak...”
Dan saya sarankan jawab “tidak” agar
mereka tidak terus membuntuti anda.
Next, lanjut ke Pantai Aan (lagi), karna kemarin
kami sudah kesini (kecuali Dani), jadi ya kami jelajah tipis-tipis aja
menikmati sudut Tanjung Aan yang belum sempat kami lalui. Lucunya, si Irma di
buntuti terus sama anak kecil, walau irma sudah bilang “tidak” dengan
tegas, tuh bocah tetep keukeh ngekor di belakang irma terus, kurasa...si bocah
telah menemukan kakaknya :P.
Pantai Kuta Lombok
Sisi Lain Pantai Tanjung Aan
Lets Pray! Musholah sederhana di Tanjung Aan
Pantai Pink – Si Hidden Paradise
13.00 dari Lombok Tengah, kami melanjutkan
perjalanan ke Lombok Timur, dengan Tujuan Pantai Pink. Kalo dilihat dari map,
posisinya paling ujung dan katanya “hidden
paradise”. Ditempuh
dengan waktu 2 jam perjalanan, sejam dengan kondisi jalan yang bagus, sejam
kemudian dengan kondisi jalan yang makadam banget! Memang ya...kalau mau ke
tempat yang indah harus melalui ujian dulu. Jalanan Menuju Pantai Pink dominan sepi, dan semakin mendekati pantai
pink kami memasuki hutan gersang karna
pohon-pohonnya pun mengering dimakan
musim kemarau.
Sedikit cerita, selama perjalanan mobil kami
bertemu pasangan muda-mudi seperti
dimabuk asmara, dengan mengendarai sepeda matic yang mungkin kecepatannya Cuma
30-40 km, cukup aneh karna jalanan yang relatif
sepi memungkinkan siapapun untuk
mengemudi di atas kecepatan 30-40 km. Mobil kami tidak bisa menyalip
karna mereka berada ditengah jalan, mau tak mau kami harus sabar dibelakang
mereka sambil menyaksikan kemesraan mereka, memeluk dan ngobrol riang gembira
gitu, harusnya itu bukan pemandangan aneh bagi kita, tapi kali itu terasa
berbeda dan membuat bulu kami bergidik, bagaimana tidak? Karna didepan mata
kami saat itu adalah seorang lelaki bersama kekasih lelakinya @,@.
15.00, Here We go!!! Pantai Pink yang selama ini Cuma saya lihat di
tivi, digoogle, sekarang terpampang nyata di mata kepala saya dan teman-teman. Pantai
Tangsi atau yang lebih dikenal dengan pantai Pink ini memang memiliki pasir
yang benar-benar Pink, karna terdapat
banyak serpihan terumbu karang yang berwarna kemerahan dan bila tercampur pasir
dari kejauhan tampak berwarna Pink.
FYI, Didunia hanya terdapat 4 Pantai berwarna Pink,
dan di Indonesia Pantai Pink sendiri ada di Pulau Komodo NTT dan Lombok Timur.
Ah...beruntungnya kami bisa menikmati Pantai Pink dengan view sebagus ini dan
ombaknya yang tenang mampu membius setiap orang yang datang. Dani dan Mas Yomy
yang ga tahan lihat jernihnya air laut Pantai Pink, buru-buru nyemplung. Saya, Irma dan Mas Eko naik ke bukit mencari
view terbaik dan tentunya sambil bawa camera.
View di atas bukit tak kalah keren rupanya, kami
bisa melihat ujung pulau lombok tanpa batas. Jadinya saya merasa kecilll banget
dibanding dengan lautan luas didepan mata saya. Tak sengaja terselip doa, smoga
kami bisa kembali kesini lagi. Aamiin (teriak pake toa masjid).
Terbuai dengan keindahan Pantai Pink, membuat kita sengaja lupa kalo sebenarnya sudah ada seseorang yang menunggu kami di
Bandara, minta dijemput, Sany. Hape kami berdering satu persatu, tapi yang diangkat Cuma satu :D. Terdengar
nada kesal dari Sany, dan respon ketawa lepas kami yang makin buat dia jengkel.
Perjalanan pulang kali ini lebih ngebut dari pada sebelumnya, kasian si Sany
juga udah lama nungguin kita yang sengaja melupakannya :P
Jalan Menuju Pantai Pink, Gersang dimakan musin
MTMA pernah kesini
View dari atas bukit
No Limit
Woi yang sadar camera cuma satu?
So fresh
Lo Gue End
Beningnya....
Bertemu si Anak Rantau
BIL kala itu lebih ramai dari pada kedatangan kami
sebelumnya, akhirnya kamipun temu kangen dengan sany, maklum sudah
berbulan-bulan kami tak bertemu, rindupun tidak sih...Cuma basa-basi aja biar
dia seneng. Sadar, sejak siang kami belum isi perut dengan nasi, Jadi kami
berhenti di Nasi Puyung Khas Lombok, lokasinya strategis banget, keluar Bandara
langsung disambut Indomart, Rumah Makan Nasi Puyung dan Pom SPBU.
Nasi Puyung ini identik dengan pedas, cocok buat
saya pecinta pedas. Paduan Ayam suwir yang di bumbu pedas, ayam goreng,
oseng-oseng buncis dan kering tempedicampur teri, mungkin kalo di surabaya ini
bisa dibilang nasi campur. Selesai
makan, kami bagi tugas, sebagian ke Indomart belanja perbekalan untuk besok dan
sebagian lagi ke Pom Bensin. Kami pun sudah saling melambaikan tangan di depan
rumah makan (berasa pisah jauh, padahal tar juga ketemu lagi), dan...disinilah
kami sadar suatu hal....
“Mbel
koen wes bayar ta?”, tanya irma, mengingat saya.
OHEMJI!!! Reflek pegang kepala sambil teriak “lupa!!!”.
Buru-buru saya lari masuk ke rumah makan lagi
sebelum diteriakin “maling-Maling”, dengan
pasang senyum nyengir berharap mbak kasirnya ga melototi saya, saya bayar
tunai! Sah? Sah... Tapi sungguh...ini lupanya diluar kendali. Emang ada lupa didalam
kendali? Jadi...belum sejam ketemu sany, saya sudah mulai daratan?
-Berjalan tanpa Batas-