Jumat, 04 Maret 2016

Perpisahan dan Perjalanan tanpa Pakde - Explorer Lombok (3)



Minggu, 6 Desember 2015
 
Hari Ketiga kami di Pulau Lombok dengan formasi lengkap dari pada hari sebelumnya. Mau tidak mau kami harus angkat kaki dari rumah pakde, bukan karna di usir, bukan karna kami sudah tak betah, tapi kami harus melanjutkan perjalan ke destinasi selanjutnya.

Pagi-pagi sekali seperti biasa sang Ibu pemilik rumah sudah bangun terlebih dahulu, menyiapkan apa saja yang bisa disiapkan. Dan Kami sebagai tamu yang sadar dengan hidup  menumpang, beranjak segera bangun. Entah mengobrol, membantu ala kadarnya atau menunaikan hajat pagi hari (Baca:pup), dan kebetulan saya melakukan ketiga hal itu.

Tadinya saya berniat bantu-bantu Bude, ternyata Bude juga belum ada kegiatan, jadinya beliau ajak saya ngobrol di teras, tak lama Pakde ikut nimbrung. Obrolan ringan mengalir begitu saja dan obrolan semakin membuat saya excited ketika Pakde bercerita tentang perjalanan dinasnya sebagai Karyawan Dinas Pengairan yang sudah melalang buana mengelilingi Nusantara.  Sambil menunjukan galery foto di handphonenya beliau bercerita setiap kejadian di foto, yang makin membuat saya “iri” dengan perjalanan tanpa batasnya.

“Aduh pa...aq kekamar mandi dulu ya”, kata bude sambil berlari. Oh...si Bude lagi kena hajat pagi  nih, saya dan pakde meneruskan obrolan lagi, sampai dimenit ke 5 setelah kepergian bude yang ijin kekamar mandi, saya merasakan gejala kontraksi diperut, mencoba mencerna apakah ini lapar atau hajat pagi? 5 menit kemudian saya menemukan jawabannya : Hajat Pagi! Harus segera ditunaikan!

“Pakde saya ijin kekamar mandi dulu ya?”, rupanya si Hajat sudah di ujung tanduk. Tanpa menunggu jawaban Pakde saya langsung lari kekamar mandi. Sopan atau tidaknya saya meninggalkan obrolan dengan pakde, ah ya sudahlah...semua juga tau hajat ini tak bisa diberi toleransi barang semenitpun.

Saatnya packing dan saya mulai sweaping disetiap inci kamar yang saya tinggali, mengabsen setiap barang agar tidak ada yang tertinggal. Kami semua telah siap dengan tas masing-masing, siapapun tak suka dengan perpisahan, walau baru 2 hari kami mengenal keluarga pakde tapi kami bisa merasakan hangatnya keluarga Pakde. Apalah yang sanggup kami balas, duitpun terbatas, harta bendapun tak dibawa, sebuah doa yang tulus dan ucapan terimakasih buat Keluarga Pakde yang kami hatarkan. Tanpa dateng ke kantor sipil atau sebuah pengakuan, kami menganggap Keluarga Pakde sudah menjadi keluarga kami sendiri, entah dengan mereka? #lol.

Happy Family

Mutiara tersembunyi di Taman Narmada

Sebelum kami melanjutkan perjalan ke Trio Gili, Pakde mengajak kami mampir ke Taman Narmada, Lombok barat. Dari cerita Pakde, taman Narmada ini miniatur dari kerajaan mataram atau tempat peristirahatan para raja. Tampak sebuah Bale utama yang terbuat dari kayu, menghadap ke arah kolam pemandian para permaisuri. Lalu tercetuslah sebuah pertanyan :

“Pakde, masak iya permaisuri mandi, rajanya ngeliatin dari situ?”, tanya saya penasaran.
“iya donk”,jawabnya tegas. Oh...oke! #telanludah, mengingat kolam pemandian itu terbuka, siapa saja bisa bebas melihat.

Taman Narmada sendiri telah ditetapkan sebagai komplek bangunan cagar budaya. Banyak cerita dan mitos yang beredar, seperti bila kita mandi, meminum atau hanya membasuh muka saja di salah satu kolam yang di sebut Balai Perirtaan, dipercaya akan awet muda.

Di Lombok, akan sering kita jumpai air mineral dalam kemasan dengan merk “Narmada”,dan rasa airnya pun segar alami karna langsung diambil dari sumber mata air di Gunung Rinjani. Nama Narmada sendiri diambil dari Narmadanadi, anak sungai Gangga yang suci di India,yang artinya juga Sumber mata air.





 

Arah pintu keluar Taman Narmada, kami menjumpai banyak pedagang  oleh-oleh,termasuk penjual mutiara. Pakde mereferensikan tempat ini, itu artinya harga miring dan kualitasnya bagus. Dan kami percaya itu. Disini menyediakan mutiara tawar dan laut, kalo mutiara tawar sudah pasti harganya berkisar mulai Rp. 20.000,-Rp.200.000, lebih murah dari pada Mutiara laut. Pergramnya sendiri untuk mutiara laut berkisar Rp. 290.000,-, untuk memastikan mutiara laut itu asli atau tidak, coba gosokkan digigi anda, bila terasa seperti ada butiran pasir itu artinya asli.

Dan ternyata membeli oleh-oleh saja, itu cukup menguras keuangan kami bahkan melebihi budget itinerary kami. Memang mudah menghabiskan uang dalamsekejap ;(




Hutan Monyet – Pusuk



Untuk menuju Pelabuhan Bangsal (TrioGili), terdapat dua pilihan, melewati pesisir pantai Sengigi atau melewati Hutan Monyet Pusuk yang berada dikawasan Hutan Rinjani.

Melewati Hutan Monyet pusuk, ratusan monyet akan menyambut kedatangan siapa saja di pinggir jalan, dengan berbagai kegiatan mereka, seperti mencari kutu, hanya melihat kendaraan lalu lalang, dan bergelantung manja di pohon. Kita? Sempetin turun dan foto deh, karna si Monyet ga segan buat mendekat apalagi pedekate.

Sepanjang jalan yang berkelok-kelok mengingat saya, ini seperti di kota Batu - Jawa Timur yang mau ke arah kediri. Rindang, berkelok dan suka buat mual.



Hey Monkey!


Trio Gili – Menjadi Minoritas

Masuk gerbang Pelabuhan bangsal, sesuai peraturan yang berlaku, kendaraan harus berhenti di portal dan dilanjutkan dengan menaiki Dokar atau Cidomo  menuju Bangsal. Lama tidak naik Cidomo membuat saya sedikit takut, bagaimana tidak, menurut saya kudanya kecil, tak imbang dengan kami yang bila di timbang bersama mungkin mencapai berat 350-400kg.

Benar saja, begitu kami naik satu persatu kereta menjadi tak imbang, lebih dominan anjlok kebelakang. Dan dalam diam saya berdoa, semoga tuh kuda menjadi sosok yang lebih kuat dan tangguh, tidak sampai kakinya terangkat karna bobot kami dan ditambah bobot pak kusir yang sedang bekerja. Aamiin.

Pelabuhan Bangsal tampak ramai kala itu, saya langsung beli tiket penyebrangan yang ekonomi untuk kami berenam dengan tujuan Gili Trawangan, kebetulan kami dapat karcis warna merah saat itu. Tak butuh waktu lama, petugas memanggil seluruh penumpang yang membawa karcis warna merah untuk segera menaiki kapal.

Bangsal - Untung ga da KPI,bisa di sensor kamu dek

Hey Gili Trawangan!
 

Kapal menyentuh peraduan, begitu turun dari kapal saya kagum dengan airnya yang bening banget, padahal disitu tempat bersandarnya kapal. Hal pertama kami  taruh barang dulu di Baleku Homestay yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan Gili trawangan, sekitar 5 menit jalan kaki. Dengan harga Rp. 125.000,- perkamar untuk 2 orang, kami dapat fasilitas kamar dan AC. Menjadi minoritas pertama kami sadari setelah kami melihat tetangga kanan kiri yang ternyata bule.

Sudah memasuki waktu makan siang, sebelum gemeter dan pingsan, segera kami cari warung terdekat yang murah! Karna kalo sudah masuk Gili trawangan, harga bisa naik 2 sampai 3 kali lipat. Benar saja, warung yang kami datangi sudah pasang harga terendah Rp. 20.000,-. Alasan hematlah yang membuat kami berani menawar harga, jadilah Rp. 15.000,- perporsi, lumayanlah.

Diracuni teman sendiri

Banyak hal yang bisa dilakukan di Gili Trawangan, dari banyak opsi kami pilih Snorkling dulu. Sayangnya Snorkling for publicnya hanya ada di jam 10 pagi dan 13.00 siang, sialnya saat itu sudah pukul14.00 waktu lombok. Tak ada pilihan, kecuali Snorkling for Private, harga sedikit mahal, tapi bukan kita namanya kalo ga nawar.hahaha. Hidup Gembelers!


Prepare
 

Setelah semua alat sudah siap, perahu siap mengantarkan kami  ke spot-spot snorkling di trio gili. Masih di perairan Gili trawangan, sang Guide mengajak kami berenang menjauh dari kapal melihat terumbu karang yang beragam, kurang lebih kedalam saat itu 8-10 meter, beruntung kami bertemu dengan si penyu yang berenang bebas tanpa pasangan, jadi kamipun tak jauh beda dengan si penyu, sama-sama “sendiri” :D.

Spot selanjutnya di Gili Meno, dari kejauhan gili meno tampak sepi, sepertinya lebih cocok untuk honeymoon atau menyepi meratapi nasib. Spot Snorkling di gili meno tidak terlalu dalam, berkisar 3-4 meteran, sayangnya ombak di Gili Meno lumayan besar, alhasil saya ga sengaja menelan air laut berkali-kali yang lama kelamaan membuat dada saya sesak. Di Spot ini saya mengibarkan bendera putih, sang guide langsung menyeret saya untuk merapat ke perahu.

Spot terakhir yaitu Gili Air, tampak lebih ramai daripada Gili Meno, karna dada saya masih terasa sesak, saya tidak memaksakan diri buat nyemplung, cukup melihat dari kapal, untungnya bening banget, jadi masih bisa lihat terumbu karang dan ikan yang beragam.



Yang lain pada meeting, dia berenang sendiri


Jatah roti kita, dihabiskan si ikan


Bening
Guide
 

Overall, bila di nilai 1-10, menurut saya pemandangan bawah laut trio gili nilai 9, artinya bagus, bagus banget, bagus banget sekali.

Ditengah-tengah menikmati indahnya trio Gili, saya dikejutkan dengan sebuah pengakuan dari sany.
“kamu gapapa ta?”, tanya sany.
“gapapa san, Cuma ga tau sesek aja, ga sengaja nelen air laut dari tadi, mana tadi ombaknya gede”.
“oh...yo wes syukur kalo gapapa, btw, aq mau ngomong, tapi kamu jangan marah ya?”.
“uhm...iya apa?”, perasaan sudah mulai ga enak.
“tadi di Gili Meno aq sempet pipis, habis pipis aku baru sadar kamu dibelakangku”.
“Hah??? Sumpah? Oh Kampret! Mayak! Jang***!*****!*****!”, Hati wanita mana yang sanggup terima kenyataan pahit dari teman sendiri? Saya bingung menyikapi kejengkelan saat itu, eh orang seperahu pada ngakak semua, antara ngakak bahagia dan kasian. #apes #Diracun #Teman #sendiri.

Sunset Gili Trawangan
 Pemandangan unik di Gili Trawangan,si Kuda yang lagi dimandiin


Pasar Malam – Yang harganya ga Indonesia banget!

Kalo di Gilli Trawangan, sempetin buat berkunjung di Pasar Malamnya ya, disini banyak penjual makanan yang menyediakan berbagai indonesian food, mulai dari seafood di bakar, nasi campur, sate, dan nasi bebek. Lalu apa yang special? Toh semua makanan itu bisa kita dapetin di jawa. Yang special adalah : sekali lagi kami menjadi minoritas di Negara sendiri, karna mayoritas bule,dan sudah pasti harga makananpun sudah dipatok diatas Rp. 50.000,-.

Mas Yomy, selaku orang paling tinggi di antara kami, mencoba blusukan mencari harga termurah. Lucunya, dia dikira bule malaysia dan dikasih harga Rp. 45.000,- perporsi untuk nasi campur. Kaget! Karna terlalu mahal kantong kita, dia coba tawar lagi dengan bahasa indonesia di campur jawa, barulah si penjual “ngeh” kalo dia orang Indonesia asli, jadilah dapat harga Rp. 15.000,-perporsi nasi campur. Hore!!!




Ga da salahnya menikmati Gili trawangan dimalam hari dengan bersepeda, lumayan bakar lemak. Alhasil, baru juga jam 9 malam, tapi mata saya bener-bener berat, sangking ngantuknya, mundurin sepeda dari parkiran aja ga fokus dan sepeda kanan kiri saya pada jatuh kesenggol badan saya, padahal nih badan ga gede-gede amat.

Cobain Es Krim Gili Gelato. Wajib!



Btw, Terimakasih gili....malammu indah tanpa batas.

Berikut pengeluaran kami selama di Gili :
1. Cidomo : Rp.60.000,-
2. Kapal Ekonomi dari pelabuhan bangsal - Gili Trawangan : Rp.117.000 (Untuk 6 Orang)
3. Snorkling For private : Rp.800.000 (satu kapal max. 10 orang,inc. peralatan Snorkling)
4. Sewa sepeda 24 jam : Rp.35.000/Sepeda