Minggu, 6 Desember 2015
Hari
Ketiga kami di Pulau Lombok dengan formasi lengkap dari pada hari sebelumnya.
Mau tidak mau kami harus angkat kaki dari rumah pakde, bukan karna di usir,
bukan karna kami sudah tak betah, tapi kami harus melanjutkan perjalan ke
destinasi selanjutnya.
Pagi-pagi
sekali seperti biasa sang Ibu pemilik rumah sudah bangun terlebih dahulu,
menyiapkan apa saja yang bisa disiapkan. Dan Kami sebagai tamu yang sadar
dengan hidup menumpang, beranjak segera
bangun. Entah mengobrol, membantu ala kadarnya atau menunaikan hajat pagi hari
(Baca:pup), dan kebetulan saya melakukan ketiga hal itu.
Tadinya
saya berniat bantu-bantu Bude, ternyata Bude juga belum ada kegiatan, jadinya
beliau ajak saya ngobrol di teras, tak lama Pakde ikut nimbrung. Obrolan ringan
mengalir begitu saja dan obrolan semakin membuat saya excited ketika Pakde
bercerita tentang perjalanan dinasnya sebagai Karyawan Dinas Pengairan yang
sudah melalang buana mengelilingi Nusantara.
Sambil menunjukan galery foto di handphonenya beliau bercerita setiap
kejadian di foto, yang makin membuat saya “iri” dengan perjalanan tanpa
batasnya.
“Aduh
pa...aq kekamar mandi dulu ya”, kata bude sambil berlari. Oh...si Bude lagi
kena hajat pagi nih, saya dan pakde
meneruskan obrolan lagi, sampai dimenit ke 5 setelah kepergian bude yang ijin
kekamar mandi, saya merasakan gejala kontraksi diperut, mencoba mencerna apakah
ini lapar atau hajat pagi? 5 menit kemudian saya menemukan jawabannya : Hajat
Pagi! Harus segera ditunaikan!
“Pakde
saya ijin kekamar mandi dulu ya?”, rupanya si Hajat sudah di ujung tanduk.
Tanpa menunggu jawaban Pakde saya langsung lari kekamar mandi. Sopan atau
tidaknya saya meninggalkan obrolan dengan pakde, ah ya sudahlah...semua juga
tau hajat ini tak bisa diberi toleransi barang semenitpun.
Saatnya packing dan saya mulai sweaping disetiap inci kamar yang saya
tinggali, mengabsen setiap barang agar tidak ada yang tertinggal. Kami semua
telah siap dengan tas masing-masing, siapapun tak suka dengan perpisahan, walau
baru 2 hari kami mengenal keluarga pakde tapi kami bisa merasakan hangatnya
keluarga Pakde. Apalah yang sanggup kami balas, duitpun terbatas, harta
bendapun tak dibawa, sebuah doa yang tulus dan ucapan terimakasih buat Keluarga
Pakde yang kami hatarkan. Tanpa dateng ke kantor sipil atau sebuah pengakuan,
kami menganggap Keluarga Pakde sudah menjadi keluarga kami sendiri, entah
dengan mereka? #lol.
Happy Family
Mutiara
tersembunyi di Taman Narmada
Sebelum kami melanjutkan perjalan ke Trio Gili, Pakde mengajak kami mampir
ke Taman Narmada, Lombok barat. Dari cerita Pakde, taman Narmada ini miniatur dari
kerajaan mataram atau tempat peristirahatan para raja. Tampak sebuah Bale utama
yang terbuat dari kayu, menghadap ke arah kolam pemandian para permaisuri. Lalu
tercetuslah sebuah pertanyan :
“Pakde, masak iya permaisuri mandi, rajanya ngeliatin dari situ?”, tanya
saya penasaran.
“iya donk”,jawabnya tegas. Oh...oke! #telanludah, mengingat kolam pemandian itu terbuka, siapa saja bisa bebas melihat.
Taman Narmada sendiri telah ditetapkan sebagai komplek bangunan cagar
budaya. Banyak cerita dan mitos yang beredar, seperti bila kita mandi, meminum
atau hanya membasuh muka saja di salah satu kolam yang di sebut Balai Perirtaan,
dipercaya akan awet muda.
Di Lombok, akan sering kita jumpai air mineral dalam kemasan dengan merk
“Narmada”,dan rasa airnya pun segar alami karna langsung diambil dari sumber
mata air di Gunung Rinjani. Nama Narmada sendiri diambil dari Narmadanadi, anak
sungai Gangga yang suci di India,yang artinya juga Sumber mata air.
Arah pintu keluar Taman Narmada, kami menjumpai banyak pedagang oleh-oleh,termasuk penjual mutiara. Pakde
mereferensikan tempat ini, itu artinya harga miring dan kualitasnya bagus. Dan
kami percaya itu. Disini menyediakan mutiara tawar dan laut, kalo mutiara tawar
sudah pasti harganya berkisar mulai Rp. 20.000,-Rp.200.000, lebih murah dari
pada Mutiara laut. Pergramnya sendiri untuk mutiara laut berkisar Rp.
290.000,-, untuk memastikan mutiara laut itu asli atau tidak, coba gosokkan
digigi anda, bila terasa seperti ada butiran pasir itu artinya asli.
Dan ternyata membeli oleh-oleh saja, itu cukup menguras keuangan kami
bahkan melebihi budget itinerary kami. Memang mudah menghabiskan uang dalamsekejap ;(
Hutan
Monyet – Pusuk
Untuk menuju Pelabuhan Bangsal (TrioGili), terdapat dua pilihan, melewati
pesisir pantai Sengigi atau melewati Hutan Monyet Pusuk yang berada dikawasan
Hutan Rinjani.
Melewati Hutan Monyet pusuk, ratusan monyet akan menyambut kedatangan siapa
saja di pinggir jalan, dengan berbagai kegiatan mereka, seperti mencari kutu,
hanya melihat kendaraan lalu lalang, dan bergelantung manja di pohon. Kita? Sempetin
turun dan foto deh, karna si Monyet ga segan buat mendekat apalagi pedekate.
Sepanjang jalan yang berkelok-kelok mengingat saya, ini seperti di kota Batu - Jawa Timur
yang mau ke arah kediri. Rindang, berkelok dan suka buat mual.
Hey Monkey!
Trio
Gili – Menjadi Minoritas
Masuk gerbang Pelabuhan bangsal, sesuai peraturan yang berlaku, kendaraan
harus berhenti di portal dan dilanjutkan dengan menaiki Dokar atau Cidomo menuju Bangsal. Lama tidak naik Cidomo
membuat saya sedikit takut, bagaimana tidak, menurut saya kudanya kecil, tak
imbang dengan kami yang bila di timbang bersama mungkin mencapai berat
350-400kg.
Benar saja, begitu kami naik satu persatu kereta menjadi tak imbang, lebih
dominan anjlok kebelakang. Dan dalam diam saya berdoa, semoga tuh kuda menjadi
sosok yang lebih kuat dan tangguh, tidak sampai kakinya terangkat karna bobot
kami dan ditambah bobot pak kusir yang sedang bekerja. Aamiin.
Pelabuhan Bangsal tampak ramai kala itu, saya langsung beli tiket
penyebrangan yang ekonomi untuk kami berenam dengan tujuan Gili Trawangan,
kebetulan kami dapat karcis warna merah saat itu. Tak butuh waktu lama, petugas
memanggil seluruh penumpang yang membawa karcis warna merah untuk segera
menaiki kapal.
Bangsal - Untung ga da KPI,bisa di sensor kamu dek
Hey Gili Trawangan!
Kapal menyentuh peraduan, begitu turun dari kapal saya kagum dengan airnya
yang bening banget, padahal disitu tempat bersandarnya kapal. Hal pertama
kami taruh barang dulu di Baleku
Homestay yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan Gili trawangan, sekitar 5
menit jalan kaki. Dengan harga Rp. 125.000,- perkamar untuk 2 orang, kami dapat
fasilitas kamar dan AC. Menjadi minoritas pertama kami sadari setelah kami
melihat tetangga kanan kiri yang ternyata bule.
Sudah memasuki waktu makan siang, sebelum gemeter dan pingsan, segera kami
cari warung terdekat yang murah! Karna kalo sudah masuk Gili trawangan, harga
bisa naik 2 sampai 3 kali lipat. Benar saja, warung yang kami datangi sudah
pasang harga terendah Rp. 20.000,-. Alasan hematlah yang membuat kami berani
menawar harga, jadilah Rp. 15.000,- perporsi, lumayanlah.
Diracuni
teman sendiri
Banyak hal yang bisa dilakukan di Gili Trawangan, dari banyak opsi kami
pilih Snorkling dulu. Sayangnya Snorkling for publicnya hanya ada di jam 10
pagi dan 13.00 siang, sialnya saat itu sudah pukul14.00 waktu lombok. Tak ada
pilihan, kecuali Snorkling for Private, harga sedikit mahal, tapi bukan kita
namanya kalo ga nawar.hahaha. Hidup Gembelers!
Prepare
Setelah semua alat sudah siap, perahu siap mengantarkan kami ke spot-spot snorkling di trio gili. Masih di
perairan Gili trawangan, sang Guide mengajak kami berenang menjauh dari kapal
melihat terumbu karang yang beragam, kurang lebih kedalam saat itu 8-10 meter,
beruntung kami bertemu dengan si penyu yang berenang bebas tanpa pasangan, jadi
kamipun tak jauh beda dengan si penyu, sama-sama “sendiri” :D.
Spot selanjutnya di Gili Meno, dari kejauhan gili meno tampak sepi,
sepertinya lebih cocok untuk honeymoon atau menyepi meratapi nasib. Spot
Snorkling di gili meno tidak terlalu dalam, berkisar 3-4 meteran, sayangnya
ombak di Gili Meno lumayan besar, alhasil saya ga sengaja menelan air laut berkali-kali
yang lama kelamaan membuat dada saya sesak. Di Spot ini saya mengibarkan
bendera putih, sang guide langsung menyeret saya untuk merapat ke perahu.
Spot terakhir yaitu Gili Air, tampak lebih ramai daripada Gili Meno, karna
dada saya masih terasa sesak, saya tidak memaksakan diri buat nyemplung, cukup
melihat dari kapal, untungnya bening banget, jadi masih bisa lihat terumbu
karang dan ikan yang beragam.
Yang lain pada meeting, dia berenang sendiri
Jatah roti kita, dihabiskan si ikan
Bening
Guide
Overall, bila di nilai 1-10, menurut saya pemandangan bawah laut trio gili
nilai 9, artinya bagus, bagus banget, bagus banget sekali.
Ditengah-tengah menikmati indahnya trio Gili, saya dikejutkan dengan sebuah
pengakuan dari sany.
“kamu gapapa ta?”, tanya sany.
“gapapa san, Cuma ga tau sesek aja, ga sengaja nelen air laut dari tadi,
mana tadi ombaknya gede”.
“oh...yo wes syukur kalo gapapa, btw, aq mau ngomong, tapi kamu jangan marah
ya?”.
“uhm...iya apa?”, perasaan sudah mulai ga enak.
“tadi di Gili Meno aq sempet pipis, habis pipis aku baru sadar kamu
dibelakangku”.
“Hah??? Sumpah? Oh Kampret! Mayak! Jang***!*****!*****!”, Hati wanita mana
yang sanggup terima kenyataan pahit dari teman sendiri? Saya bingung menyikapi
kejengkelan saat itu, eh orang seperahu pada ngakak semua, antara ngakak
bahagia dan kasian. #apes #Diracun #Teman #sendiri.
Sunset Gili Trawangan
Pemandangan unik di Gili Trawangan,si Kuda yang lagi dimandiin
Pasar
Malam – Yang harganya ga Indonesia banget!
Kalo di Gilli Trawangan, sempetin buat berkunjung di Pasar Malamnya ya, disini
banyak penjual makanan yang menyediakan berbagai indonesian food, mulai dari
seafood di bakar, nasi campur, sate, dan nasi bebek. Lalu apa yang special? Toh
semua makanan itu bisa kita dapetin di jawa. Yang special adalah : sekali lagi
kami menjadi minoritas di Negara sendiri, karna mayoritas bule,dan sudah pasti
harga makananpun sudah dipatok diatas Rp. 50.000,-.
Mas Yomy, selaku orang paling tinggi di antara kami, mencoba blusukan
mencari harga termurah. Lucunya, dia dikira bule malaysia dan dikasih harga Rp.
45.000,- perporsi untuk nasi campur. Kaget! Karna terlalu mahal kantong kita,
dia coba tawar lagi dengan bahasa indonesia di campur jawa, barulah si penjual
“ngeh” kalo dia orang Indonesia asli, jadilah dapat harga Rp. 15.000,-perporsi
nasi campur. Hore!!!
Ga da salahnya menikmati Gili trawangan dimalam hari dengan bersepeda,
lumayan bakar lemak. Alhasil, baru juga jam 9 malam, tapi mata saya bener-bener
berat, sangking ngantuknya, mundurin sepeda dari parkiran aja ga fokus dan
sepeda kanan kiri saya pada jatuh kesenggol badan saya, padahal nih badan ga
gede-gede amat.
Cobain Es Krim Gili Gelato. Wajib!
Btw, Terimakasih gili....malammu indah tanpa batas.
Berikut pengeluaran kami selama di Gili :
1. Cidomo : Rp.60.000,-
2. Kapal Ekonomi dari pelabuhan bangsal - Gili Trawangan : Rp.117.000 (Untuk 6 Orang)
3. Snorkling For private : Rp.800.000 (satu kapal max. 10 orang,inc. peralatan Snorkling)
4. Sewa sepeda 24 jam : Rp.35.000/Sepeda